RSS

Selasa, 28 Agustus 2012

laporan pendahuluan defisit volume cairan



ASUHAN KEPERAWATAN
STASE KEBUTUHAN DASAR MANUSIA

LAPORAN PENDAHULUAN
DEFISIT VOLUME CAIRAN
DI RUANG LAVENDER RSUD GOETHENG TARUNADIBRATA PURBALINGGA



 








Oleh
ANGGRIYANA TRI WIDIANTI

KEMENTRIAN pendidikan DAN KEBUDAYAAN 
Fakultas KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN
Jurusan   keperawatan
pendidikan profesi ners
2012


PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Keseimbangan cairan dan elektrolit di dalam tubuh merupakan salah satu bagian dari fisiologi homeostatis. Keseimbangan cairan dan elektrolit melibatkan komposisi dan perpindahan berbagai cairan tubuh. Cairan tubuh adalah larutan yang terdiri dari air (pelarut) dan zat tertentu (zat terlarut). Elektrolit adalah zat kimia yang menghasilkan partikel-partikel bermuatan listrik yang disebut ion jika berada dalam larutan. Cairan dan elektrolit masuk ke dalam tubuh melalui makanan, minuman, dan cairan intravena (IV) dan didistribusi ke seluruh bagian tubuh. Keseimbangan cairan dan elektrolit berarti adanya distribusi yang normal dari air tubuh total dan elektrolit ke dalam seluruh bagian tubuh. Keseimbangan cairan dan elektrolit saling bergantung satu dengan yang lainnya; jika salah satu terganggu maka akan berpengaruh pada yang lainnya.
Cairan tubuh dibagi dalam dua kelompok besar yaitu: cairan intraseluler dan cairan ekstraseluler. Cairan intraseluler adalah cairan yang berada di dalam sel di seluruh tubuh, sedangkan cairan ekstraseluler adalah cairan yang berada di luar sel dan terdiri dari tiga kelompok yaitu: cairan intravaskuler (plasma), cairan interstitial dan cairan transeluler. Cairan intravaskuler (plasma) adalah cairan di dalam sistem vaskuler, cairan intersitial adalah cairan yang terletak diantara sel, sedangkan cairan transeluler adalah cairan sekresi khusus seperti cairan serebrospinal, cairan intraokuler, dan sekresi saluran cerna.
Prosentase dari total cairan tubuh bervariasi sesuai dengan individu dan tergantung beberapa hal antara lain: umur, kondisi lemak tubuh, sex.
a.       Bayi (baru lahir) 75 %
b.      Dewasa : Pria (20-40 tahun) 60 %, Wanita (20-40 tahun) 50 %
c.       Usia Lanjut 45-50 %
Pada orang dewasa kira-kira 40 % berat badannya berada di dalam sel (cairan intraseluler/ICF), sisanya atau 20 % dari berat badannya berada di luar sel (ekstraseluler) yang terbagi dalam 15 % cairan interstitial, 5 % cairan intavaskuler dan 1-2 % transeluler.
Zat terlarut yang ada dalam cairan tubuh terdiri dari elektrolit dan nonelektrolit. Non elektrolit adalah zat terlarut yang tidak terurai dalam larutan dan tidak bermuatan listrik, seperti: protein, urea, glukosa, oksigen, karbon dioksida dan asam-asam organik. Sedangkan elektrolit tubuh mencakup natrium (Na+), kalium (K+), Kalsium (Ca++), magnesium (Mg++), Klorida (Cl-), bikarbonat (HCO3-), fosfat (HPO42-), sulfat (SO42-). Konsenterasi elektrolit dalam cairan tubuh bervariasi pada satu bagian dengan bagian yang lainnya, tetapi meskipun konsenterasi ion pada tiap-tiap bagian berbeda, hukum netralitas listrik menyatakan bahwa jumlah muatan-muatan negatif harus sama dengan jumlah muatan-muatan positif.
Perpindahan cairan dan elektrolit tubuh terjadi dalam tiga fase yaitu:
a.    Fase I: Plasma darah pindah dari seluruh tubuh ke dalam sistem sirkulasi, dan nutrisi dan oksigen diambil dari paru-paru dan tractus gastrointestinal.
b.    Fase II: Cairan interstitial dengan komponennya pindah dari darah kapiler dan sel.
c.    Fase III: Cairan dan substansi yang ada di dalamnya berpindah dari cairan interstitial masuk ke dalam sel.
Tujuan umum :
Untuk mengetahui asuhan keperawatan devisit volume cairan di ruang Dahlia RSUD dr. Goeteng Taroenadibrata Purbalingga.
Tujuan khusus :             
1.         Mengetahui dan memahami pasien dengan gangguan defisit volum cairan.
2.         Mampu memberikan intervensi kepada pasien dengan gangguan defisit volum cairan.
3.         Mampu mengimplementasikan intervensi keperawatan kepada pasien dengan gangguan defisit volum cairan.
TINJAUAN TEORI
A.    PENGERTIAN
Secara fisik, molekul pembentuk tubuh manusia dapat dibedakan menjadi jenis cairan dan matriks padat fungsi cairan dalam tubuh manusia, antara lain sebagai alat transportasi nutrient, elektrolit, dan sisa metabolisme, sebagai komponen pembentuk sel, plasma, darah, dan komponen tubuh lainnya, serta sebagai media pengatur suhu tubuh dan lingkungan seluler (Tamsuri, 2004).
Total jumlah cairan yang terdapat dalam tubuh cukup besar dibandingkan dengan kompartemen zat padat pembentuk tubuh. Bahkan pada tulang manusia yang strukturnya tampak begitu padat, sebenarnya terdapat kandungan cairan lebih dari 30%. Konsentrasi cairan pada tubuh sekitar 60%. Cairan tubuh tersebut meliputi cairan darah, plasma jaringan, cairan synovial, cairan serebropinal, cairan bola mata, cairan pleura dan cairan di berbagai organ lainnya (Tamsuri, 2004).
Cairan tubuh terdistribusi dalam dua kompartemen, yaitu cairan ekstrasel (CES) dan cairan intrasel (CIS). Cairan ekstrasel terdiri dari cairan intersisial dan cairan intravaskuler. Lima belas persen berat tubuh merupakan cairan interstitial. Cairan intravaskuler terdiri dari plasma, bagian cairan limfe, yang mengandung air yang tidak berwarna dan darah. Plasma menyusun 5% berat tubuh. Cairan intrasel merupakan cairan dalam membrane sel yang membentuk 40% berat tubuh. Kompartemen cairan intrasel memiliki banyak solute yang sama dengan cairan yang berada di ruang ekstrasel. Namun proporsi substansi-substansi tersebut berbeda (Potter&Perry, 2006).
Defisit volume cairan terjadi ketika tubuh kehilangan cairan dan elektrolit ekstrasel dalam jumlah yang proporsional (isotonik). Kondisi seperti ini disebut juga hipovolemi. Umumnya gangguan ini diawali dengan kehilangan cairan intravaskuler lalu diikuti dengan perpindahan cairan intrasel menuju intravaskuler sehingga menyebabkan penurunan jumlah cairan ekstrasel. Untuj mengompensasi kondidi ini, tubuh melakukan pemindaha cairan intrasel. Secara umum, deficit volume cairan disebabkan oleh beberapa hal, yaitu kehilangan cairan abnormal melalui kulit, penurunan asupan cairan, perdarahan dan pergerakan cairan ke lokasi  ketiga. Lokasi ketiga yang dimaksud adalah lokasi tempat cairan berpindah dan tidak mudah untuk mengembalikannya ke lokasi semula dalam kondisi cairan ekstrasel istirahat. Cairan dapat berpindah dari lokasi intravaskuler menuju lokasi potensial seperti pleura, peritoneum (Tamsuri, 2004).
B.     ETIOLOGI
Beberapa yang dapat menyebabkan  kondisi deficit volume cairan yaitu kehilangan cairan aktif dan kegagalan mekanisme regulasi. Kehilangan cairan aktiv seperti demam dan laju peningkatan metabolic, drainase tidak normal, luka bakar, menstruasi berlebih, diare, peritonitis (NANDA, 2011)  
C.    FAKTOR PREDISPOSISI
Faktor pencetus dari kekurangan volume cairan dapat disebabkan oleh :
1.      Kehilangan cairan dari system gastrointestinal seperti muntah, diare dan drainase
2.      Kehilangan plasma atau darah utuh seperti luka bakar dan perdarahan
3.      Keringat berlebih
4.      Demam
5.      Penurunan asupan cairan peroral
6.      Penggunaan obat-obatan diuretic
7.      Aktivitas hidup seseorang sangat berpengaruh terhadap kebutuhan cairan danelektrolit. Aktivitas menyebabkan peningkatan proses metabolisme dalam tubuh.Hal ini mengakibatkan penigkatan haluaran cairan melalui keringat. Dengandemikian, jumlah cairan yang dibutuhkan juga meningkat. Selain itu,kehilangancairan yang tidak disadari (insensible water loss) juga mengalami peningkatanlaju pernapasan dan aktivasi kelenjar keringat.
8.      Kondisi stress berpengaruh pada kebutuhan cairan dan elektrolit tubuh. Saat stress, tubuh mengalami peningkatan metabolism seluler, peningkatan konsentrasi glukosa darah, dan glikolisis otot. Mekanisme ini mengakibatkan retensi air dan natrium. Stress juga menyebabkan peningkatan produksi hormone anti deuritik yang dapat mengurangi produksi urine.
9.              Klien yang menjalani pembedahan beresiko tinggi mengalami ketidak seimbangan cairan. Beberapa klien dapat kehilangan banyak darah selama periode operasi, sedangkan beberapa klien lainya justru mengalami kelebihan bebancairan akibat asupan cairan berlebih melalui intravena selama pembedahan atausekresi hormon ADH selama masa stress akibat obat- obat anastesi. (Potter&Perry, 2006)


D.    PATOFISIOLOGI
Kekurangan volume cairan terjadi ketika tubuh kehilangan cairan dan elektrolit ekstraseluler dalam jumlah yang proporsional (isotonik). Kondisi seperti ini disebut juga hipovolemia. Umumnya, gangguan ini diawali dengan kehilangan cairan intravaskuler, lalu diikuti dengan perpindahan cairan interseluler menuju intravaskuler sehingga menyebabkan penurunan cairan ekstraseluler. Untuk untuk mengkompensasi kondisi ini, tubuh melakukan pemindahan cairan intraseluler. Secara umum, defisit volume cairan disebabkan oleh beberapa hal, yaitu kehilangan cairan abnormal melalui kulit, penurunan asupan cairan, perdarahan dan pergerakan cairan ke lokasi ketiga (lokasi tempat cairan berpindah dan tidak mudah untuk mengembalikanya ke lokasi semula dalam kondisi cairan ekstraseluler istirahat). Cairan dapat berpindah dari lokasi intravaskuler menuju lokasi potensial seperti pleura, peritonium, perikardium, atau rongga sendi. Selain itu, kondisi tertentu, seperti terperangkapnya cairan dalam saluran pencernaan, dapat terjadi akibat obstruksi saluran pencernaan (Faqih, 2011).
E.     TANDA DAN GEJALA
Beberapa tanda dan gejala pada kekurangan volume cairan menurut NANDA (2011):
1.      Perubahan pada status mental
2.      Penurunan tekanan darah
3.      Penurunan tekanan nadi
4.      Penurunan volume nadi
5.      Penurunan turgor kulit
6.      Penurunan turgor lidah
7.      Penurunan halauan urin
8.      Penurunan pengisian vena
9.      Membrane mukosa kering
10.  Kulit kering
11.  Peningkatan hematokrit
12.  Peningkatan suhu tubuh
13.  Peningkatan frekuensi nadi
14.  Peningkatan konsentrasi urin
15.  Penurunan BB tiba-tiba
16.  Haus
17.  Kelemahan
F.     PENATALAKSANAAN
1.      Pemulihan volume cairan normal dan koreksi gangguan penyerta asam-basa dan elektrolit.
2.      Perbaikan perfusi jaringan pada syok hipovolemik.
3.      Rehidrasi oral pada diare pediatrik.
4.      Tindakan berupa hidrasi harus secara berhati-hati dengan cairan intravena
5.      Tindak an terhadap penyebab dasar.
G.    PEMERIKSAAN PENUNJANG
Kadar elektrolit serum untuk menentukan status hidrasi. Elektrolit yang sering diukur adalh ion natrium, kalium, klorida, dan bikarbonat. Hitung darah lengkap khususnya hematokrit untuk melihat respon dehidrasi. Kadar kreatininuntuk mengukur fungsi ginjal. Pemeriksaan berat jenis urin mengukur derajat konsentrasi urin.
H.    PENGKAJIAN
Hal-hal yang dapat dikaji pada gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tersebut, yaitu:
1.      Pola manajemen kesehatan-persepsi kesehatan
Bagaimana perilaku individu tersebut mengatasi masalah kesehatan dengan cairan, adanya faktor risiko sehubungan dengan kesehatan yang berkaitan dengan cairan.
2.      Pola metabolik-nutrisi
Kebiasaan diit buruk (rendah serta, tinggi lemak, bahan pengawt), anoreksia, mual, muntah, intoleransi makanan atau minuman, perubahan berta badan, berat badan turun, frekuensi makan dan minum, adanya sesuatu yang dapat mempengaruhi makan dan minum (agama, budaya, ekonomi). Adakah status fisik seseorang yang mempengaruhi makan dan minum.
3.      Pola eliminasi
Perubahan pola defekasi (darah pada feses, nyeri saat devekasi), perubahan berkemih (perubahan warna, jumlah, ferkuensi)
4.      Aktivitas-latihan
Adanya kelemahan atau keletihan, aktivitas yang mempengaruhi pola cairan seseorang,
5.      Pola istirahat-tidur
Perubahan pola istirahat dan jam kebiasaan tidur, adanya faktor-faktor yang mempengaruhi tidur (nyeri, bangun malam untuk minum),
6.      Pola persepsi-kognitif
Rasa kecap lidah berfungsi atau tidak, gambaran indera pasien terganggu atau tidak, penggunaaan alat bantu dalam penginderaan pasien.
7.      Pola konsep diri-persepsi diri
Keadaan social yang mempengaruhi nutrisi seseorang (pekerjaan, situasi keluarga, kelompok sosial), penilaian terhadap diri sendiri (gemuk/ kurus).
8.      Pola hubungan dan peran
Kebiasaan berkumpul dengan orang-orang terdekat ketika makan, adanya ketegangan dan ansietas saat terjadi gangguan cairan dalam tubuh.
9.      Pola reproduksi-seksual
Perilaku seksual setelah terjadi gangguan nutrisi dikaji
10.  Pola toleransi koping-stress
Adanya stress yang mempengaruhi ke minum.
11.  Keyakinan dan nilai
Status ekonomi dan budaya yang mempengaruhi nutrisi, adanya pantangan atau larangan minuman tertentu dalam agama pasien.
Pemeriksaan fisik
1.      Keadaan fisik: apatis,lesu, letargi, konfusi, disorientasi
2.      Berat badan turun.
3.      Kepala: pusing, fontanel bayi cekung,
4.      Mata: cekung, konjungtiva kering, air mata berkurang atau tidak ada.
5.      Sistem saraf: bigung,rasa terbakar, reflek menurun.
6.      Fungsi gastrointestinal: abdomen cekung, muntah, hiperperistaltik disertai diare atau hipoperistaltik.
7.      System ginjal: oliguri atau anuria, berat jenis urin meningkat.
8.      Kardiovaskuler: vena leher datar, lambatnya pengisian vena, denyut nadi meningkat. Pengurangan frekuensi denyut nadi, denyut nadi lemah, tekanan darah rendah
9.      Kulit: kering, turgor kulit buruk, kulit dingin, suhu tubuh menurun
10.  Bibir: kering ,pecah-pecah, membrane mukosa pucat.
11.  Kuku: mudah patah (Potter&Perry, 2006)


I.       DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa
Tujuan
Intervensi
Rasional
Kekurangan volume cairan berhubungan dengan Kehilangan cairan

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam, diharapkan  keseimbangan cairan klien terpenuhi  dengan criteria hasil:
Indicator
awal
1.      TD dalam batas normal
2.      Nadi teraba
3.      Tidak terdapat haus abnormalmembran mukosa lembab
4.      Intake dan output 24 jam
4


4


3


4
1: keluhan ekstrim
2: keluhan berat
3: keluhan sedang
4: keluhan ringan
5: tak ada keluhan
1.      Monitor status hidrasi
2.      Monitor TTV
3.      Dorong masukan oral
4.      Pertahankan catatan intake dan output
5.      Menimbang Berat badan
6.      Kolaborasi pemberian cairan atau makanan
7.      Monitor pemberian makanan dan cairan
1.      Status hidrasi menggambarkan cairan dalam tubuh
2.      Kekurangan volum cairan mempengaruhi TTV
3.      Catatan intake dan output untuk mengetahui status cairann
4.      Pemberian infuse dan nutrisi menambah cairan dalam tubuh
5.      Berat badan menggambarkan cairan dalma tubuh




PATHWAY
Usia, Temperatur Lingkungan, Diet, Stress, Penyakit tertentu
 

  Volume cairan CES                                                                 

Melalui kulit, ginjal, gastrointestinal,                                     
Perdarahan
 

  Sekresi ADH dan elektrolit                                              

Reabsorbsi Na dan air                                                   
 

  Rasa haus                                               
 

Kekurangan volume cairan                                            
 

Syok hipovolemik

Defisit Volume Cairan


                                       


DAFTAR PUSTAKA
Faqih , M.U. 2011. Cairan Dan Elektrolit Dalam Tubuh Manusia, http://www.scribd.com/doc/17059905/Cairan-Dan-Elektrolit-Dalam-Tubuh-Manusia
McCloskey, J. & Gloria M. B. (2000). Nursing Outcome Classificatian (NOC). Second Ed. New York : Mosby.
McCloskey, J. & Gloria M. B.. (2005). Nursing Intervention Classificatian (NIC). Second Ed. New York : Mosby.
NANDA. (2011). Diagnosis Keperawatan 2009-2011. Jakarta : EGC.
Potter, P. A. & Perry, A. G. (2006). Buku Ajar Fundamental Keperawatan vol.2. Jakarta : EGC.
Tamsuri, Anas.2004. Klien Gangguan Keseimbangan Cairan dan Elektrolit: Seri Asuhan Keperawatan. EGC: Jakarta